memetik-matahariBuku dengan judul “Memetik Matahari” ini ditulis oleh seorang CEO Kompas Gramedia yaitu Agung Adiprasetyo. Buku ini merupakan hasil catatan-catatan reflektif dari penulis. Bukan refleksi yang membuat kening harus berkerut untuk mencerna isinya. Bukan karena tidak seriusnya topik yang akan dibahas, tetapi tulisan-tulisan ini enak dibaca dan dicerna karena faktor aktualitas dan cara menyampaikannya.

Didalam buku ini penulis memaparkan bahwa “sikap” atau “attitude” sangat menentukan dalam perjalanan hidup seseorang. Sikap dalam memandang hidup, sikap dalam bekerja, sikap dalam bergaul dengan rekan selingkuhan atau rekan sekerja, sikap dalam meraih peluang, sikap dalam memutuskan jalan hidup, dan sikap dalam menilai diri sendiri.

Setiap manusia mempunyai kebebasan untuk memilih dari sisi mana dia melihat dunia ini. Kita bebas melihat segala peristiwa yang menimpa diri kita dari sisi baik maupun sisi buruk. Tuhan memang menciptakan manusia tidak serupa. Tak ada kebenaran mutlak dari seseorang dan ternyata dari sepuluh kepala, bisa memunculkan ratusan kebenaran. Bagusnya dengan semua keragaman ini, membuat dunia menjadi lebih indah.

Melihat sesuatu yang terang akan menjadi terang. Melihat sesuatu yang baik akan menjadi baik. Melihat sesuatu yang positif akan menjadi positif. Keberhasilan tidak jadi nyata karena kita hanya banyak omong ke sana ke mari, ingin ini dan mau itu. Tidak hanya dipelajari lalu banyak berteori, melainkan harus diekseskusi, dijalani, dan ditekuni hingga sanggup meraih matahari itu. Tabiat melihat masa depan dari sisi suram, dari sisi jelek, dari sisi tak ada harapan, harus dilawan.

Orang yang mempunyai kecendrungan melihat sisi gelap tak akan berani melangkah. Dia takut mengambil risiko menabrak meja atau kursi di ruangan itu. Orang yang suka melihat sisi gelap merefleksikan hidup penuh dengan masalah. Bagi dia hidup tak ada bagusnya. Semua susah, semua sengsara. Bahagia tak pernah berpihak pada dirinya.

Orang yang hebat adalah orang yang bisa membalik situasi dari kelemahan menjadi keunggulan. Perlu diingat bahwa jangan terlalu terburu-buru melihat kelemahan, cacat, kesalahan, dan kekurangan sebagai sebuah kehancuran. Ketika menghadapi kondisi yang tidak bagus, orang dipaksa harus berpikir keras untuk tetap bertahan hidup. Posisi survival inilah yang membuat manusia lebih kreatif, lebih bisa menemukan jalan keluar, dan lebih bisa berinivasi.

Kekonyolan setiap kali menunjukkan kembali bahwa manusia tidak mudah berubah. Berubah sering kali harus dipaksa. Bahkan, dalam kasus Gustav, manusia harus sampai dihadapkan pada “tantangan keamatian”. Jadi bukan kebesaran dan kekuatan yang membuat orang tetap hidup. Namun, keterampilan, kecepatan, dan fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan keadaan yang menjadi faktor kunci sukses.

Jikalau prestasi dan kontribusi yang kita berikan belum mencapai standar yang diharapkan, mungkin sementara perusahaan masih mencoba memberi kesempatan atau pelatihan. Istilah yang sering dipakai untuk karyawan seperti ini adalah dibina pada saat awal. Namun, ketika kesempatan itu habis, bisa jadi karyawan yang hanya menjadi beban perusahaan akan dibuang dan disuruh pergi jauh-jauh. Istilah dibina bergeser menjadi dibinasakan. Bukan dipromosikan, tetapi dipromosingkirkan.

Karena pada saat kita diam ditempat, pada saat yang sama itu pulalah kita akan ditinggalkan oleh lingkungan, ditinggalkan semua orang yang ingin berlari lebih cepat. Masalahnya, tak dapat dimungkiri ada banyak angin perubahan di luar kita, yang embusannya belum tentu kita rasakan hari ini. Kalau kita seorang karyawan, sering kali kita tak merasakan mendesaknya perubahan yang dihadapi perusahaan. Perubahan kempetisi, perubahan lingkungan, dan perubahan dalam perilaku konsumen, nyaris tak terasa oleh karyawan secara individu.

Sebuah siklus hidup, dulu orangtua mengurus anaknya dengan cara khusus, namun sebaliknya ketika anaknya menjadi besar, menikah, dan mempunyai anak sendiri, mungkin dia juga harus mengurus orang tua dengan cara khusus pula. Hari ini ketidakpastian itu menjadi kepastian itu sendiri. Jadi mungkin pilihan hidup terbaik bagi kita hari ini adalah justru percaya bahwa seluruh ketidakpastian itu akan membawa kesempatan lebih besar untuk berusaha dan berkreasi.

Disamping ulet, seberapa tinggi mimpi seseorang usahawan akan menentukan seberapa keras pula upayanya untuk mencapai mimpinya. Mimpi yang memberi motivasi. Motivasi untuk membuat mimpi jadi nyata. Kalau tak ada mimpi yang harus diraih, untuk apa semau letih, sakit, dan beban berat harus dilewati. Lebih baik santai dan bermalas-malasan saja. Padahal kita tahu hakikatnya menikmati minum kopi bukan pada cangkirnya, tetapi pada kopi yang ada didalamnya.

Ketika orang sedang memerlukan sesuatu, maka seluruh pembicaraannya akan diarahkan pada bagaimana semua kepentingannya itu terpenuhi. Seakan semua gampang, semua indah, semua tak bermasalah. Setelah semua tercapai, dan urgensi untuk memenuhi kepentingannya agak menjauh, maka dia mungkin akan bertingkah laku atau berbicara lain.

Karyawan harus punya martabat. Supaya punya martabat, karyawan harus punya value. Agar ounya value, dia harus memberikan kontribusi yang baik. Dan ketika kontribusinya cukup baik, optimis kesejahteraan atau kenaikan gaji akan didapat tanpa perlu meminta-minta. Menjadi karyawan baik atau karyawan buruk adalah pilihan. Setiap karyawan mempunyai kebebasan untuk menentukan dirinya akan dihargai sebagai harta perusahaan, atau sebaliknya cenderung dibuang sebagai penyakit.

Karena berbeda, sebuah produk menjadi fenomena yang dibicarakan dimasyarakat. Lebih lagi, karena memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Sebuah produk berpotensi mengungguli produk lain yang bersifat generik. Apapun profesi dan jalan hidup seseorang, selama dia bisa membuat apa yang dilakukannya bermanfaat dan memberi kontribusi yang baik bagi lingkungannya, maka selayaknya pilihan itu disebut sebagai profesi yang baik dan terhormat. Dengan demikian unjung-ujungnya pilihan hidup bergantung pada seberapa jauh seseorang sanggup menangung risiko yang akan dihadapi.

Standar dasar itu adalah menunjukkan kerajinan. Kerajinan dicerminkan dari tidak pernah terlambat dengan alasan macet, kesiangan, atau alasan apa pun untuk terlambat. Dia juga tidak bisa izin absen entah dengan alasan sakit, nenek meninggal, mengurus kartu tanda penduduk, anjing kesayangan tertabrak mobil, atau alasan apapun untuk tidak masuk kerja pada masa percobaan.

Oleh karena itu, kemudian paling banyak diceritakan oleh orang-orang senior ini hanya nostalgia zama dulu. Doeloe! Mereka selalu bercerita dengan bangga mengenang betapa suusahnya merintis pekerjaan pada zaman dulu. Karyawan lama suka bercerita pengalamantempo doeloe ketika dimarahi pemilik, diomeli senior, atau sebaliknya senangnya diberi onus sukarela karena melakukan sesuatu yang dianggap baik zaman itu. Selebihnya rutin saja.

Kembali kecerita karyawan senior, kalau hari pertama kita berhadapan dengan senior yang baik, maka beruntunglah kita. Paling sedikit dia membimbing dan memberi tahu pekerjaan baru, memberi tahu makan siang dimana, bagaimana aturan main mengambil minum, bagaimana harus berbicara sopan, jika perlu sambil membungkuk-bungkuk.

Prajurit yang pernah bertempur dilapangan menghadapi perang yang sesungguhnya pasti akan lebih terampil dibandingkan dengan prajurit yang belajar perang hanya dari membaca buku di perpustakaan, atau hanya dari latihan perang, atau hanya dari simulasi pernag semata.

Masuk ke perpustakaan zaman dahulu seperti berfikir memilih pasangan hidup. Kalau bisa bekerja disatu tempat untuk seumur hidup. Perusahaan zaman dulu pun banyak yang memandang loyalitas adalah ketika karyawan itu dapat bertahan puluhan tahun bekerja dengan perusahaan. Sementara anak baru sekarang ini lebih melihat prestasi sebagai portofolio. Apa boleh buat, dunia sudah menjadi sangat matrelialistis sehingga menjadi barang yang lumrah ketika mengukur sukses seseorang dari tahta dan harta yang dimiliki.

Buku ini merupakan sebuah pengalaman dan pandangan ringan penulis yang coba dicarikan gantungan ilmiahnya dari beberapa buku lain. Di dalamnya berisikan gagasan bahwa semua persoalan dan kerumitan ditempatkan sebagai bagian dari hal-hal yang lebih besar.

Buku ini dapat diakses di http://lib.ipc-corporateuniversity.com/index.php?p=show_detail&id=873&ke…